SUICIDE
Bunuh diri atau yang biasa kita kenal dengan kata Suicide berasal dari kata latin Sui yang berarti diri (self), dan kata Caedere yang berarti membunuh (to kill). Bunuh diri adalah tidakan sengaja untuk membunuh diri sendiri. Dalam Encyclopedia Britannica, bunuh diri didefinisikan sebagai usaha seseorang untukmengakhiri hidupnya dengan cara suka rela atau sengaja. Menurut aliran human behavior, bunuh diri ialah bentuk pelarian parah dari dunia nyata, atau lari dari situasi yang tidak bias ditolerir, atau merupakan bentuk regresi ingin kembali pada keadaan nikmat, nyaman dan tentram. Bantjes (2017) menyatakan ide bunuh diri adalah pikiran negatif yang membuat seseorang memikirkan tentang kematian pada dirinya tanpa adanya niat untuk mengambil langkah mengakhiri dirinya sendiri.
Menurtu Simon (2014) terdapat dua pembagian ide bunuh diri yaitu ide bunuh diri pasif yaitu seseorang membayangkan dirinya seperti terbaring mati, tertidur tanpa bangun lagi dan meninggal dalam kecelakaan kehidupan mobil sedangkan, ide bunuh diri aktif yaitu ketika seseorang berfantasi tentang bagaimana cara melukai dirinya sendiri dan melakukan tindakan bunuh diri.Bunuh diri (suicide) merupakan fenomena sosial yang bisa ditinjau dari perspektif Psikologi. Bunuh diri tidak bisa dilepaskan dari suatu kondisi kejiwaaan yang, dalam Ilmu Psikologi Sosial, dinamakan self-discrepancy (kesenjangan diri).Leenars (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2003) mengidentifikasi tiga bentuk penjelasan psikologis mengenai bunuh diri.
Penjelasan pertama didasarkan pada teori psikoanalisa-nya Sigmund Freud yang menyatakan bahwa “suicide is murder turned around 180 degrees”. Freud, dalam hal ini mengaitkan antara bunuh diri dengan kehilangan seseorang atau objek yang diinginkan. Secara psikologis, individu yang beresiko melakukan bunuh diri mengidentifikasi dirinya dengan orang yang hilang tersebut. Penjelasan kedua memandang masalah bunuh diri pada dasarnya adalah masalah kognitif. Menurut pandangan ini, depresi merupakan faktor yang memiliki kontribusi sangat besar dalam memicu tindakan bunuh diri, khususnya diasosiasikan dengan hopelessness (ketiadaan harapan).Penjelasan ketiga menyatakan bahwa perilaku bunuh diri itu dipelajari. Teori ini berpendapat bahwa dalam kasus seorang anak, suicidal person belajar untuk tidak mengekspresikan agresi yang mengarah keluar dan sebaliknya mengembalikan agresi tersebut menuju pada dirinya sendiri.
Herbert Hendin mengemukakan beberapa hal psikodinamika bunuh diri sebagai berikut:
- Death as retaliatory abandonment. Artinya, bunuh diri dapat merupakan usaha untuk mengurangi preokupasi tentang rasa takut akan kematian. Individu mendapat perasaan seakan-akan ia dapat mengontrol dan mengetahui bilamana dan bagaimana kematian itu.
- Death as retroflexed murder. Bagi individu yang mengalami gangguan emosi hebat, bunuh diri dapat mengganti kemarahan atau kekerasan yang tidak dapat direpresi. Orang ini cenderung untuk bertindak kasar dan bunuh diri dapat merupakan penyelesaian mengenai pertentangan emosi dengan keinginan untuk membunuh.
- Death as reunion. Kematian dapat mempunyai arti yang menyenangkan, karena individu itu akan bersatu kembali dengan orang yang telah meninggal. Lebih sering ditekankan pada rasa puas untuk mengikuti yang telah meninggal itu.
- Death as self punishment di mana kematian dimaknai sebagai hukuman bagi diri sendiri.
FAKTOR-FAKTOR PEBYEBAB BUNUH DIRI
Umumnya, percobaan bunuh diri disebabkan oleh ketidakmampuan seseorang dalam menghadapi situasi atau masalah tertentu. Mereka menganggap bunuh diri merupakan jalan keluar terbaik.Pikiran tersebut muncul karena seseorang merasa bahwa dirinya sudah tidak memiliki harapan di masa depan. Tindakan bunuh diri dinilai akan menyelesaikan semua masalah yang ada.Berbagai macam faktor berkontribusi menjadi penyebab orang ingin bunuh diri. Berikut beberapa di antaranya. Berikut beberapa factor penyebab timbulnya keinginan untuk bunuh diri
- Depresi yang tidak tertangani
Depresi adalah salah satu gangguan mentalyang menjadi penyebab bunuh diri paling tinggi. Gejala depresi yang tidak tertangani dengan baik membuat Anda merasa lelah dan putus asa.Selain itu,stres dan depresisering membuat seseorang menyesali hidupnya dan berpikir bahwa tidak ada orang yang sayang padanya. Akibatnya, bunuh diri menjadi tindakan yang tidak terhindarkan.
2. Perilaku impulsive
Impulsive artinya melakukan sesuatu berdasarkan dorongan hati (impulse). Perilaku ini membuat Anda melakukan segala sesuatunya secara spontan.Perilaku impulsif berbahaya ketika dibarengi dengan munculnya pikiran negatif. Situasi tersebut berisiko membuat Anda berpikir cepat untuk mengakhiri hidup dengan bunuh diri.
3. Masalah dalam kehidupan social
Masalah sosial dapat mendorong seseorang melakukan bunuh diri. Beberapa pemicunya mulai dari dikucilkan, bullying pada remaja atau orang dewasa, hingga dikhianati sahabat atau pasangan.Dengan mencelakai diri sendiri, beberapa dari mereka berpikir bahwa tindakan tersebut dapat menyadarkan orang-orang yang menyakitinya.
4. Konsumsi alkohol dan obat-obatan
Konsumsi alkohol dan obat-obatan secara berlebihan dapat berujung pada aksi bunuh diri. Kebiasaan tersebut dapat membuat Anda mengalami psikosis.Psikosis merupakan kondisi yang membuat seseorang kesulitan untuk membedakan imajinasi dan kenyataan. Halusinasi dan delusi yang terjadi bisa membawa Anda kepada aksi bunuh diri.
5. Gangguan mental lainnya
Sebuah studi dalam jurnal Psychological Autopsy menjelaskan bahwa terdapat satu atau lebih diagnosis gangguan mental pada 90% orang yang bunuh diri.Selain itu, didapati juga 1 dari 20 orang yang mengidap skizofreniamemilih untuk mengakhiri hidupnya. Kasus bunuh diri juga ditemukan pada orang-orang dengan gangguan kepribadian seperti:
- antisosial dan asosial,
- gangguan bipolar,
- gangguan kepribadian ambang (borderline personality disorder),
- post traumatic disorder (PTSD), dan
- narcissistic personality disorder.
- Pengalaman buruk yang memicu trauma
Trauma yang terjadi pada masa kecil dapat terbentuk di dalam alam bawah sadar seseorang. Pada akhirnya, akan terasa adanya kesulitan untuk keluar dari trauma tersebut.Beberapa situasi yang dapat memicu trauma di antaranya:
- kekerasan fisik dan kekerasan verbal,
- kekerasan seksual, serta
- kehilangan orang tersayang.
Trauma bisa menghambat seseorang, terlebih jika ia tidak sanggup memaafkan dan berdamai dengan diri sendiri. Kondisi tersebut akhirnya dapat menjadi penyebab munculnya keinginan bunuh diri.
7. Penyakit yang tak kunjung sembuh
Banyak orang memilih untuk bunuh diri karena penyakit yang mereka derita tidak kunjung sembuh. Umumnya, situasi ini dialami oleh orang-orang yang mengidap penyakit kronis, seperti stroke atau kanker.Penyakit yang tidak kunjung sembuh dan rasa lelah dalam mengobati penyakit dapat menyebabkan depresi berkepanjangan. Seiring waktu, kondisi tubuh yang terus menurun pun menimbulkan keinginan untuk bunuh diri.
8. Orientasi seksual yang berbeda
Penyimpangan orientasi seksualmerupakan salah satu penyebab orang bunuh diri. Umumnya, tindakan ini terjadi karena mereka tidak merasa mendapat dukungan dari orang sekitar.Apalagi, orang dengan orientasi seksual sering kali dikucilkan masyarakat. Perlakuan tersebut dapat menyebabkan depresi dan berujung pada tindakan bunuh diri.
9. Mengidap penyakit tertentu
Beberapa penyakit dapat memicu keinginan bunuh diri pada diri seseorang. Kondisi ini terjadi karena orang tersebut yakin bahwa penyakit tersebut menjadi akhir dari hidup mereka.Sebagai contoh, orang yang didiagnosis dengan HIV mungkin merasa bahwa hidup sudah tidak ada gunanya lagi karena penyakit ini belum bisa disembuhkan. Pikiran ini lantas meningkatkan risiko bunuh diri.Kasus lain juga terjadi pada kehamilan yang tidak diinginkan. Banyak orang yang memilih untuk bunuh diri saat hamil di luar nikah karena takut membuat malu keluarga.
- Ada anggota keluarga yang melakukan tindakan serupa
Faktor keturunan bisa menyebabkan seseorang melakukan bunuh diri. Jika ada keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri, risiko Anda melakukan hal serupa akan lebih besar.Oleh sebab itu, Anda perlu mengelola kesehatan mental maupun fisik Anda dengan sebaik mungkin, terutama saat menghadapi masalah berat. Dengan begitu, tindakan menyelesaikan masalah lewat bunuh diri dapat dicegah.
KAITAN KESEHATAN MENTAL DAN BUNUH DIRI
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sofiyah Yuniaty & Hamidah dalam jurnal INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental yang berjudul Pengaruh Perceived Stress dan Religiusitas terhadap Intensi Bunuh Diri Dewasa Awal, diperoleh hasil kesimpulan “perceived stress berpengaruh signifikan terhadap intensi bunuh diri pada dewasa awal”. Perceived stress atau dalam bahasa Indonesia yang artinya stres yang dirasakan. Stres merupakan bagian dari kesehatan mental. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa berdasarkan hasil penelitian ini, ada hubungan antara kesehatan mental dan bunuh diri. Subjek dalam penelitian ini adalah sebanyak 104 subjek berusia 18-24 tahun dengan perbandingan 85 perempuan dan 19 laki-laki
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian dalam jurnal Community of Publishing In Nursing (COPING) yang berjudul HUBUNGAN FAKTOR PSIKOLOGIS DENGAN RISIKO BUNUH DIRI PADA REMAJA SMA DAN SMK DI BANGLI DAN KLUNGKUNG yang dilakukan oleh Ni Kadek Diah Widiastiti, Kadek Eka Swedarma, dan Putu Oka Yuli Nurhesti di mana hasil penelitian tersebut adalah “terdapat hubungan yang bermakna antara faktor psikologi dengan risiko bunuh diri dengan arah hubungan positif yang berarti semakin meningkatnya faktor psikologis maka risiko bunuh diri meningkat atau sebaliknya”. Sampel penelitian adalah remaja SMA dan SMK di Bangli dan Klungkung dengan rentang usia 15-18 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Linda Mandasari dan Duma L. Tobing dalam Indonesian Jurnal of Health Development: Tingkat Depresi dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja. Penelitian ini juga mendapatkan hasil yang sama di mana simpulan penelitian ini adalah “berdasarkan hasil Analisa yang telah dilakukan terkait hubungan tingkar depresi dengan ide bunuh diri pada remaja di SMA X Jakarta, yang dilakukanpada 247 responden maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkar depresi dengan ide bunuh diri pada remaja di SMA X Jakarta.
Berdasarkan ketiga penelitian di atas, dapat kita simpulkan bahwa ada kaitan antara kesehatan mental dengan bunuh diri. Semakin rendah kesehatan mental seseorang, maka semakin tinggi pula keinginan bunuh dirinya, begitupun sebaliknya individu yang memiliki kesehatan mental yang baik, maka keinginan untuk bunuh diri rendah atau bahkan tidak ada.
Sumber Referensi
Khodijah. (2013). ANOMALI JIWA: FENOMENA BUNUH DIRI PERSPEKTIF PSIKOLOGI SOSIAL. UIN Sunan Ampel Surabaya
Kusumayanti, N. K. D. W., Swedarma, K. E., & Nurhesti P. O. Y. (2020). Hubungan Faktor Psikologis dengan Risiko Bunuh Diri pada Remaja SMA dan SMK di Bangli dan Klungkung. Community of Publishing In Nursing (COPING. 8(2), 124-132
Lalenoh dkk. (2021). Hubungan Tingkat Stres Dengan Ide Bunuh Diri Pada Mahasiswa. Nursing Current. 9(01), 89-101. http://dx.doi.org/10.19166/nc.v9i1.3466
Mandasari, L., & Tobing, D. L. (2022). Tingkat Depresi dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja. Indonesian Jurnal of Health Development. 2(1), 1-7. https://doi.org/10.52021/ijhd.v2i1.33
Yuniaty, S., & Hamidah. (2019). Pengaruh Perceived Stress dan Religiusitas terhadap Intensi Bunuh Diri Dewasa Awal. INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental. 4(1), 1-10. https://doi.org/10.20473/jpkm.v4i12019.1-10